Gunung Kawi: Fakta Sejarah dan Mitos Pesugihan Yang Meliputinya

Gunung Kawi adalah sebuah gunung berapi yang sudah lama tidak aktif, walaupun tidak ada catatan sejarah mengenai letusan gunung berapi ini. Gunung ini berada sebelah barat daya di Kabupaten Malang, berbatasan langsung dengan Kabupaten Blitar Jawa Timur, Indonesia.

Gunung kawi memiliki banyak sebutan diantaranya Gunung Putri Tidur, karena jika di pandang dari sisi sebelah timur tepatnya dari arah Kota Malang dan sisi barat dari Kota kesamben, Wlingi Blitar, Gunung Kawi terlihat seperti wanita yang sedang tidur lengkap dengan kepala berada di sebelah selatan sampai dada dan kaki yang menjuntai kearah utara. Namun banyak juga yang salah, mereka menyebutnya Gunung Butak. Padahal Gunung Buthak itu sendiri adalah puncak tertinggi Gunung Kawi (2880 mDpl.).

Pemandangan di sekeliling pegunungan di sekelilingnya  sangat indah. Mulai dari pemandangan perkotaan yang menarik, dari kota Batu di sebelah Utara, Kota Malang sampai Kepanjen di sebelah timur. Hingga pemandangan asri waduk Karangkates (Bendungan Sutami) di sisi selatan, serta Kota Wlingi Blitar Di sisi barat dengan view perkebunan teh Sirahkencong.

Selain karena keindahan pemandangan seperti yang telah disebut diatas, Gunung Kawi juga terkenal karena pesarean atau pemakaman yang dikeramatkan. Di Pasarean itu terdapat makam Kanjeng Kyai Zakaria II (wafat 22 Januari 1871) dan Raden Mas Imam Soedjono (wafat 8 Februari 1876). Mereka adalah tokoh bangsawan yang ikut menentang penjajah di bawah kepemimpinan Pangeran Diponegoro.

Kyai Zakaria yang dikenal dengan sebutan Eyang Jugo merupakan kerabat dari Keraton Kertosuro yang menjadi pengawal perjuangan Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda, antara tahun 1825-1830. Eyang Jugo ini merupakan buyut dari Susuhanan Pakubuwono I (yang memerintah Keraton Kertosuro 1705-1717).

Adapun, RM Imam Soedjono merupakan buyut dari Sultan Hamengku Buwono I (memerintah Keraton Yogyakarta pada 1755-1892).

Kharisma kedua tokoh yang membantu menyebarkan Islam ini memang luar biasa, bahkan tidak memudar walaupun sudah tiada. Terbukti dengan banyaknya peziarah yang datang ke pesareannya. Terutama pada saat 1 Muharram atau 1 Suro.

Nilai-nilai yang melekat pada Gunung Kawi membuat kawasan tersebut menjadi tempat ziarah atau wisata religi. Masyarakat dari berbagai etnis, seperti Madura, Jawa serta Tionghoa berkunjung ke tempat tersebut.

Namun, ada juga peziarah yang datang untuk keperluan lain yaitu meminta pesugihan. Padahal, makam Eyang Jugo di Gunung Kawi awalnya  tidak dikenal sebagai tempat pesugihan hingga datang sosok pria dari daratan Cina bernama Tamyang. Ada kisah menarik tentang Tamyang ini,  yang ada hubungannya dengan perjalanan Eyang Jugo ke daratan Cina.

Di satu daerah,  Eyang Jugo bertemu dengan seorang perempuan hamil yang kehilangan suaminya. Karena peduli dengan nasib wanita tersebut, Eyang Jugo membantu ekonomi janda yang hidup dalam kemiskinan ini. Perempuan itu sangat senang dan berterima kasih dengan bantuan Eyang Jugo. Ketika Eyang Jugo akan kembali ke pulau Jawa, beliau berpesan kepada perempuan itu agar jika anaknya sudah besar diminta datang ke kediamannya di Gunung Kawi.

Tamyang, begitulan nama yang diberikan oleh janda miskin tersebut kepada anak yang dilahirkannya. Dan pada  tahun 1940 an, Akhirnya Tamyang sampailah ke Gunung Kawi. Dia ingin membalas kebaikan Eyang Jugo yang telah berbuat baik kepada ibunya. Namun karena Eyang Jugo telah tiada, maka Tamyang  hanya bisa merawat makam beliau. Selain merawat makam, pria yang sering berpakaian hitam-hitam ini kemudian  merawat makam Eyang Jugo dan membangun tempat berdoa dengan gaya Cina. Sejak itulah, peziarah ramai mengunjungi Gunung Kawi.

  • Tips Mencari Tukang Bangunan Untuk Perbaikan Rumah Bocor

    Udara yang segar dan relatif dingin adalah alasan utama seseorang betah tinggal di Bogor. Bagaimana tidak, ditengah kota Bogor terdapat Kebun raya. Dengan luas mencapai 87 hektar (ha), Kebun Raya Bogor memiliki peran yang penting. Diantaranya menjadi paru-paru kota yang memasok oksigen yang berlimpah bagi warganya. Namun dibalik dari rasa nyaman yang dirasakan, warga Bogor ternyata kerap mengalami berbagai masalah akibat curah hujan yang tinggi salah satunya adalah atap rumah yang bocor.

Is it True That Raden Patah, The King of Demak of Chinese Descent

Demak Sultanate had the important role in the history of Indonesia though they have not been existed for 100 years. Demak was known as the first kingdom pioneer in the spread of Islam in the land of Java including Nusantara or Indonesia. However, something is unique among the leaders especially Raden Patah. It is because he had the Chinese heritage within his blood from his mother and you can learn as well as know the history of his “peranakan” background. Baca Selengkapnya...